Analisis cerpen
A. Deskripsi Data
Indonesia banyak sastrawan yang belum
kita ketahui, ternyata mereka banyak menghasilkan karya-karya yang sangat luar
biasa dan banyak yang mengangkat nilai-nilai kehidupan seperti pendidikan,
hiburan, dan juga islami. Seperti analisis cerpen yang saya buat ini adalah
sastrawan Indonesia yang bernama Asma Nadia tokoh sastrawan ini membahas
tentang nilai kehidupan seorang perempuan dan nilai islami, untuk itu kita
sebagai generasi muda ketahuilah karya-karya dan sastrwan di Negara kita
sendiri.
1. Biografi Tokoh
a.
Asma
Nadia
Asma
Nadia atau bernama asli Asmarani Rosalba ini adalah wanita yang berkarir
sebagai penulis, ia lahir pada tanggal 26 Maret 1972 di Jakarta. Asma Nadia
mulai tertarik pada dunia tulis menulis ketika dia mulai menciptakan lagu di
Sekolah Dasar, selebihnya ia mulai aktif menulis cerpen,puisi dan resensi
dimedia sekolah, ketika SMA ia Sekolah di SMA 1 Budi Utomo Jakarta dan
melanjutkan jenjang kuliahnya di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, tetapi ditengah kesibukan kuliahnya dia dilanda penyakit jadi
mau tidak mau Asma harus beristirahat dan tidak menamatkan kuliahnya
2. Sinopsis cerpen Menganyam Kesabaran
Cerpen Menganyam
Kesabaran ini mengisahkan pasangan suami istri yang sudah menikah selama 6
tahun tidak ada percecokan atau salah paham didalam rumah tangganya, suami
selalu terlihat harmonis dan sangat dalam pada ilmu agamanya dan suami selalu
menyayangi istrinya dan selalu pengertian dengan istrinya. Selama pernikahan 6
tahun mereka tidak diberikan momongan walaupun mereka keduanya sangat
mengaharap. Pada suatu ketika saat sang istri pergi kedokter kandungan dan
dokter mengatakan bahwa ia positif mengandung, Dede sangat bahagia ia selalu
bersyukur kepada Tuhan airmatanya pun jatuh karena menangis kebahagiaan. Sang
suami pun turut bahagia mendengar berita tersebut. Tetapi keadaan bahagia
tersebut tidak bertahan lama saat Dede mengecek kehamilannya dan dokter pun
mengatakan bahwa kandungannya tidak dapat berkembang dan harus dioperasi untuk
menghilangkan racun tersebut. Dede menangis sejadi-jadinya dan tidak terima dalam
kenyataan ini, tetapi sang suami selalu menenangkannya dan memberikan motivasi
baik untuknya.
B.
Analisis
Data cerpen Menganyam Kesabaran
a. Tema
Berdasarkan
kutipan diatas jelaslah bahwa tema yang
diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini menyangkut permasalahan Kesabaran
dalam cerpen Menganyam Kesabaran seorang
pasangan suami istri yang tidak mendapatkan momongan dengan cobaan yang kian
menerpa selalu bersabar dan beristigfar
kepada Allah SWT.
b. Alur
Untuk menemukan
struktur alur oleh pengarang dalam cerpen ini peneliti berusaha melihat
rangkaian peristiwa yangb terdapat dalam cerpen. Rangkaian tersebut adalah:
(1) Saat
Dede membangunkan Aa (suaminya) dari tidurnya untuk menunaikan Shalat Subuh
berjamaah
(2) Walaupun
umurnya berselisih 2 tahun tetapi keluarga mereka selalu bahagia dan harmonis.
Keduanya sangat menginginkan seorang momongan.
(3) Saat
Dede kerumah sakit untuk pemeriksaan urine dan ternyata hasilnya positif.
(4) Dede
dan sang istri sangat bahagia mendengar berita tersebut.
(5) Ketika
umur kandungan istri memasuki umur 6 bulan mereka memeriksakan kandungannya
kedokter kandungan yang sudah ia kenal, disitu mendengar berita buruk bahwa
kandungannya tidak berkembang dan harus dioperasi untuk mengeluarkan racun
tersebut.
Cerpen ini terdiri dari 5 sekuen yang
merupakan alur maju ia tidak terbagi dalam sekuen dan tidak menceritakan masa
lalunya. Maka jelaslah bahwa secara kronologis. Alur cerpen ini menggunakan
alur maju. Pada bagian awalnya yaitu saat Dede membangunkan suaminya untuk
Shalat Subuh berjamaah. Selanjutnya keluarga mereka selalu harmonis dan saling
mencintai selama pernikahannya berjalan 6 tahun. Walaupun mereka tidak
mendapatkan seseorang momongan tetapi sang suami sangat mencintai Dede dam
selalu menerima kekurangannya.
![]() |
Bagan 1.2 cerpen Menganyam Kesabaran
c. Latar
(1) Latar
tempat
(a) Dirumah
termasuk tempat pertama Dede dan Aa menunaikan shalat Subuh berjamaah dan mengurus
rumah tangga. Dalam kutipan “sudah mau pukul 17.00 WIB, kataku memandang Aa
sambil menahan tawa. Aa bangkit dari tidurnya. Hmm…..,”gumamku masih
ogah-ogahan. Dede wudhu dulu awas jangan ketiduran lagi!” Ancamku sambil
beranjak kamar mandi.
(b) Fakultas
MIPA yaitu saat mereka berjumpa dan mereka tidak pacaran seperti orang-orang
kebanyakan
(c) Dirumah
sakit merupakan tempat saat mengecek kandungannya “ Dan dengan perasaan sedikit
tak tenang kutunggu hasil pemeriksaan urine. Dan kudengar namaku dipanggil. “Ayu-san!”
kudapati dokter Abe dengan ekspresi ramahnya seperti biasa.
Dari kutipan diatas
terlihat bahwa rumah, Fakultas MIPA,rumah sakit merupakan tempat dimana cerpen
ini berlangsung dengan konflik-konflik yang sangat baik dalam memerankan
tokohnya.
(2) Latar
waktu
Latar waktu digunakan
dengan tujuan melukiskan kapan suatu peristiwa terjadi. Latar waktu dalam
cerpen ini dimulai pada waktu pagi saat Dede membangunkan suaminya untuk shalat
Subuh berjamaah. Dibawah ini kutipan yang menggambarkan latar waktu:
(a) Latar
waktu dalam cerpen ini dimulai pada saat Subuh pukul 04.45 saat Dede
membangunkan Aa untuk shalat Subuh berjamaah.
(b) Empat
bulan, bulan Februari akhir beberapa hari sebelum Ramadhan. Aku menemui dokter
Abe seperti biasa untuk mengecek kandungannku dan ternyata kandungan positif
(c) 10
pekan usia dikamdungannya mendeteksi kandungan oleh USG.
(d) Magrib
saat dirawat di rumah sakit dan melakukan shalat magrib berjamaah.
(3) Alur
suasana
(a) Kebahagiaan
dalam kutipan” Dan kudengar namaku dipanggil. Aya-san! Kudapati dokter Abe dengan ekspresi ramah seperti biasa.
“duduklah,” katanya, aku duduk dihadapannya ambil harap-harap cemas. Selamat
aku mendengar kata-kata itu dengan kelegaan yang luar biasa, tetapi juga
diiringi dengan tangis haruku yang naik kerongkongan “positif, kata dokter
melanjutkan, Alhamdulilah, Alhamdulilah
Rabbilalamin. Subhanallah. Ya Allah Maha Besar Engkau telah mengabulkan
permintaan dan usaha-usah hamba-Nya.
(b) Kesedihan
dalam kutipan’ Ya Allah, ampuni aku. Akhirnya bagian hatiku yang bersih menyapa
bagian hatiku yang kotor dan aku temukan diriku dalam keadaan tenang kembali
kudengar Aa berucap pelan innalilahi
wainalilahi rajiuun. Dan dengan tenang menandatangani formulir operasi
buatku.
d. Penokohan
(1) Dede
( istri)
Dede
merupakan sosok sang istri yang berkarir dan selalu menjadi istri yang sabar
selalu baik dalam melayani suaminya,baik dalam mengurusi rumah tangganya.
Dibawah ini adalah kutipan dari tokoh
Dede:
(a) “
Aku beranjak menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi dan mencuci pakaian.
(b) “Aku
beristigfar dalam hati mencoba menghilangkan rasa penyesalanku atas takdir
Allah. Tidak aku tidak boleh menyalahkan Allah atas cobaannya seru sebuah
bagian hatiku”.
Dalam
kutipan diatas jelaslah bahwa Dede sangat menyayangi suaminya dan selalu
melayani suaminya dengan baik, baik dalam mengurus rumah tangganya,selalu sabar
dalam musibah yang terjadi kepadanya dan selalu beristigfar kepada Allah.
(2) Aa
(suami)
Aa
merupakan sosok suami yang sangat menyayangi istrinya selalu menjaga istrinya
dan tidak pernah mengungkit permasalahan yang terjadi dalam istrinya. Dibawah
ini adalah kutipan tokoh dari Aa:
(a) “
Sudah nggak apa perutnya….?katanya mules habis dari rumah sakit kemarin “nggak
apa-apa kok”.
(b) “
Kesepian menunggu datangnya amanah itu bukannya tak pernah lagi kami rasakan,
khususnya aku. Tanpa aku katakan pada Aa apa yang aku rasakan Aa seakan
mengerti
(c) “
Suara Aa bergetar ketika mencapai …………Walanabluwannakum
bisyayi im minal khaufi wal juu”I wanaqshim. Wabasyiri shabiriin Alladziina
idzaa asyabthum mushibah,qoluu inna lilahi wa ina ilaihi raji”uun. Ulaika
alaihim shalawatum mir rabbihim waraahmah”waulaaika humul muhtadun.
Dalam kutipan
diatas jelaslah bahwa tokoh seorang Aa(suami) merupakan sosok yang sabar dan
selalu mendalami ilmu agamanya selalu bersyukur atas nikmat yang allah berikan
kepadanya. Memberikan perhatian yang lebih kepada sang istri dan menyayanginya.
(3) Abe
(dokter)
Abe
adalah seorang dokter yang ramah dan sangat baik kepads Dede selalu mengerti
kondisi pasiennya. Dapat dilihat dari kutipan “ kudapati dokter Abe dengan
ekspresi ramah seperti biasa ……”positif kata dokter Abe melanjutkan. Dokter Abe
memandangku dengan senyumannya, dan aku tau dimatanya yang tersembunyi
disebalik kacamatanya itu kudapati matanya yang berkaca-kaca.
e. Sudut
pandang
Sudut
pandang yang dipergunakan dalam cerpen Menganyam Kesabaran adalah memakai sudut
pandang orang ketiga dimana penulis
adalah seorang yang berada dalam cerita dan menggunakan nama ganti seperti :
aku kamu, kami dan Aa terdapat dalam kutipan “aku dan Aa berselisih dua tahun,
kami menikah ketika aku tahun ketiga dan Aa sedang dalam proses menyelesaikan
skripsinya”.
f. Gaya
bahasa
Gaya
bahasa dalam cerpen menganyam kesabaran ini menggunakan bahasa yang biaaa saja
dan formal saja. Dari awal sampai akhir cerita tidak menggunakan bahasa yang
berlebihan dan tidak menggunakan majas-majas.
g. Amanat
Amanat
adalah pesan yang terkandung dalam cerpen tersebut. Dalam cerpen menganyam
kesabaran ini harus bersabar jangan putus asa karena rezeki tidak akan kemana
tidak boleh menyesali sesuatu yang sudah terjadi. Tidak boleh menyalahkan allah
atas cobaan yang Allah berikan mungkin ada rencana lain dari allah. Terdapat
pada kutipan “ aku beristigfar dalam hati mencoba menghilangkan rasa
penyesalanku atas takdir Allah, tidak aku tidak boleh menyalahkan Allah atas
cobaan-cobaaNya seru sebuah bagian hatiku”.
Lampiran
cerpen Menganyam Kesabaran
Kriiinnnggg!" Jam wekker di samping
kepalaku berbunyi nyaring. Reflek kugerakkan tanganku memencet tombolnya. Hmmm,
jam 4.45. Kulihat Aa sudah tidak ada di sampingku, aku bergerak menyalakan
heater dan bergerak menuju ruang sebelah. Di sana kulihat Aa tertidur dengan
pulasnya. Dengan jaket tebal dan sarungnya. Posisinya melingkar membuat tubuh
Aa yang jangkung tampak mengecil. Aku tersenyum. Rupanya Aa shalat malam tanpa
membangunkan aku.Terlihat terjemahan Al quran yg masih terbuka di samping kepala
Aa. Kututup perlahan terjemahan itu. Kuberjongkok di samping tubuh Aa,
tersenyum memandangi wajah Aa yang terlihat damai sekali. "A..Aa..!"
Kuguncang-guncang bahu Aa pelan. Aa menggeliat sebentar. Tapi seakan tidak
peduli malah membalikkan posisi tubuhnya membelakangiku. Kuulang hal yang sama.
Aa belum mau bangun juga. Kalau sudah begini, cuma ada satu cara yang ampuh.
Usapan air! Aku bergegas menuju dapur dan memutar kran lalu mencuci tanganku.
Siraman air dingin membuat sel-sel sarafku bereaksi seketika. Rasa kantuk yang
masih tersisa lenyap dibuatnya. Kuusapkan tanganku yang dingin pada wajah Aa.
Suamiku terbangun seketika dan menatapku dengan wajah bangun tidurnya yang
lucu. "Assalamu'alaikum! Sudah mau jam 5..."kataku memandang Aa
sambil menahan tawa. Aa bangkit dari tidurnya. "Hmm..,"gumamnya masih
ogah-ogahan. "Dede wudhu dulu..awas jangan ketiduran lagi!"ancamku
sambil beranjak ke kamar mandi.
Subuh itu seperti biasa kami selesai shalat berjamaah kami lewati dengan tilawah Al Quran dan doa Matsurat. Dan seperti biasanya tilawah Aa lebih panjang dari pada lama tilawahku. Aku beranjak menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi dan mencuci pakaian. Ketika aku memasukkan baju-baju kotor ke mesin cuci, ku dengar suara Aa. "De..! Sudah nggak papa perutnya..? Katanya mulas habis dari Rumah sakit kemarin.." "Nggak, udah nggak papa, kok, "sahutku.
Kemarin memang hari di mana aku harus pergi ke ahli kandungan untuk memeriksakan diri secara rutin tiap bulan. Sebelum memasukkan alat itu ke dalam tubuhku, dokter wanita yang ramah itu mengingatkanku, bahwa pengobatan seperti ini memang menyakitkan. Jadi aku bisa menolaknya kalau tidak tahan. Tapi kupikir-pikir toh sama saja sakit sekarang atau nanti. Maka kubilang pada dokter tersebut. "iie. Daijoubu desu. Yatte kudasai, onegaishimasu.(tidak apa-apa. Tolong laksanakan saja...)" Dokter Abe tertawa. "Gaman site, ne...(bersabar ya, kalau sakit..)" Dan benar saja. Perutku terasa diperas-peras, kepalaku gelap. Aku hampir terjatuh ketika bangkit dari tempat tidur. "Sebentar akan saya telfonkan taksi untuk mengantar anda pulang ke rumah!" Kata dokter Abe bergegas keluar. Aku berterimakasih padanya sambil menahan rasa mual yang tidak dapat kuceritakan rasanya.
Sampai di rumah aku tak kuat bangun lagi.
Sehabis Ashar aku tak sempat lagi membuat makan malam buat Aa. Ketika Aa
pulang, dan mendapatkanku sedang tidur Aa sendiri yang memasak makan malam.
Alhamdulillah, Aa memang mengerti keadaanku, walaupun sebenarnya tidak
mengetahui kejadian yang sesungguhnya. Tapi beliau tidak marah karena tidak
ditemuinya makan malam di meja makan, malah beliau berinisiatif sendiri untuk
memasaknya. Ya Allah terimakasih karena telah Kau berikan seorang suami seperti
Aa, kataku bersyuku dalam hati.
"Hei! Kok, bengong !" Aa mencolek
bahuku. Aku terkejut, agak malu tertangkap basah dalam keadaan bengong.
"Masak apa, De..? Mi goreng sajalah ya. Kan mi goreng buatan Aa jaminan
mutu.." Aa bergerak menuju wastafel dapur dan mulai membuka-buka kulkas.
Aku mengangguk saja. Mi goreng adalah masakan kebisaan Aa. Dan harus diakui
kadang-kadang rasanya jauh lebih enak dari buatanku. Pagi itu kami sarapan pagi
dengan mi goreng dan sup miso ala Aa. Sedap karena Aa menambah rasanya dengan
keikhlasan... Dan seperti biasa kami berpisah di dekat stasiun. Aku ke kiri
menuju kampusku yang telah berdiri di sana, sedang Aa ke kanan, ke arah stasiun
karena Aa harus ke kampus dengan kereta listrik. "Nggak papa, De..? Kuat
kuliah..?"tanya Aa lagi sebelum berpisah. "Insya Allah nggak
papa...Lagian cuma sebentar hari ini, seminar saja. Kan giliran Dede yang harus
presentasi.."jawabku berusaha menghilangkan kekhawatiran Aa. "Yah,
sudah kalau nggak papa. Hati-hati, ya..Assalamu'alaikum!" Aku mencium
tangan Aa dan membalas salamnya. Kutunggu sampai tubuh jangkung Aa hilang di
pintu stasiun.
Aku dan Aa berselisih dua tahun. Kami menikah ketika aku tahun ketiga, dan Aa sedang dalam proses menyelesaikan skripsinya. Kami berada di fakultas yang sama, FMIPA, walau berbeda jurusan. Aku kimia, sedang Aa fisika. Alhamdulillah, Allah menjawab doa-doa kami, dengan memberikan cinta dan kasih sayangNya pada hati-hati kami. Walau kami tidak berpacaran seperti yang biasa dilakukan orang-orang pada umunya, ternyata kami bisa cocok dan saling memahami hingga usia perkawinan kami menjelang tahun ke enam sekarang, tak ada percecokan yang sampai mengguncang bahtera yang kami layari. Kalaupun ada mungkin keinginan kami untuk mempunyai anak.Tidak, itu tak pernah mengguncangkan bahtera. Bahkan boleh dibilang memperkuat ikatan tali hati kami. Ketika setelah dua tahun menikah Allah belum juga mempercayakan amanah itu pada kami, aku sendiri masih tenang-tenang saja. Aku memang tidak mempunyai siklus bulanan yang teratur sebagaimana wanita normal. Tetapi melihat keturunan dari ibu dan bapak, keluargaku termasuk"subur". Demikian pula Aa. Sampai akhir nya Aa pergi belajar ke Jepang ditugaskan lembaga yang selama ini memberi Aa beasiswa, dan aku menyusulnya satu tahun kemudian untuk menemani Aa setelah skripsiku yang sedikit berlarut-larut karena aku harus membagi waktuku sebagai seorang istri dan mahasiswi, selesai disidangkan.
Atas keinginanku yang disetujui oleh Aa, akhirnya kami berdua berkonsultasi pada dokter ahli kandungan yangsekarang ini. Kebetulan dan alhamdulillah sekali beliau perempuan.. Dan setelah diteliti, ternyata benar dugaanku. Aa normal, akulah yang sakit. Sehingga sejak satu setengah tahun lalu aku berobat secara intensif. Walaupun belum tampak hasilnya hingga kini. Namun atas dorongan semangat Aa, aku bisa terus sabar berusaha hingga kini. Dan aku tahu, Aa juga menunjangnya dengan doa-doa di sujudnya yang lama setelah shalat, sebagaimana yang juga aku lakukan. ****
Kesepian menunggu datangnya amanah itu bukannya tak pernah kami rasakan, khususnya aku. Tanpa aku katakan pada Aa apa yang aku rasakan, Aa seakan mengerti. Sehingga ketika hari tahun ajaran baru universitas dimulai, Aa menyarankan agar aku melanjutkan sekolah saja. Di rumah sendiri bukannya tak ada pekerjaan. Pekerjaan menterjemahkan secara bebas artikel-artikel bahasa Inggris dan kukirim ke redaksi-redaksi majalah, adalah pekerjaan yang sudah kumulai sejak aku masuk universitas. Lalu kursus Bahasa Arab gratis dengan beberapa teman, ibu-ibu dari Mesir seminggu sekali. Dan pelajaran bahasa Jepang secara autodidak yang aku lakukan melalui TV dan majalah berbahasa Inggris-Jepang. Belum lagi pekerjaan rumah tangga, yang walaupun sebagian besar serba otomatis tetapi membutuhkan kesabaran untuk melawan kebosanan itu, juga menunggu. Tetapi waktuku yang banyak sendirian di rumah kadang-kadang membuat aku tak kuat melawan sepi. Dan Aa mengerti benar kecenderunganku tersebut.
Dan akhirnya aku memilih masuk fakultas pendidikan, dan mengambil spesialisai psikologi pendidikan. Karena aku melihat Jepang mapan dalam pendidikan dasarnya. Sedari dulu aku tergelitik untuk mengetahui "resep"nya. Tanpa pikir dua kali aku menyambut saran Aa. Dan jadilah setahun yang lalu aku mahasiswi graduate di universitas yang sama dengan tempat Aa sekarang. Walaupun satu universitas tempat kami berjauhan. Dan kami memutuskan untuk pindah ke tempat yang sekarang.
Hari-hari hanya berdua saja dengan Aa dari sisi lain kurasakan juga sebagai anugerah Allah pada kami. Karena belum disibukkan oleh anak, membuat aku lebih punya banyak waktu memperhatikan Aa, berdiskusi banyak hal dengan Aa, dan lain-lain yang kurasakan sangat mendekatkan aku dengan Aa. Jalan-jalan pagi atau sore sepanjang sungai kerap kami lakukan. Dan ketika kami bertemu dengan pasangan suami istri yang berjalan-jalan bersama buah hati mereka, tanpa sadar mata-mata kami memandang pada si kecil yang yang memandangiku dengan lucunya. Dan seperti biasa, kalau tidak aku atau Aa akan berguman. "lucunya.." "A, nanti anak kita lucu atau nggak, ya..?" Atau: "De, mudah-mudahan anak kita juga lucunya kayak gitu.."Yang kuaminkan dalam diam. Dan biasanya kami akan saling memandang dan tersenyum bersama. Walau bagaimanapun kami merindukan kehadiran amanah itu, ya Allah..
Dan tibalah keajaiban itu, tepat empat bulan setelah itu, hawa dingin sisa-sisa musim dingin masih tertinggal. Bulan Februari akhir, beberapa hari sebelum Ramadhan. Aku menemui Dokter Abe seperti biasa. Kali ini sambil membawa buku catatan suhuku yang kuukur setiap hari. Ada debar-debar harap karena kulihat grafik suhu tersebut tidak menurun. Tapi aku tak mau terlalu berharap. Karena takut kecewa yang berlebihan, jika bukan berita baik yang kudapat. Dan dengan perasaan sedikit tak tenang kutunggu hasil pemeriksaan urine. Dan kudengar namaku dipanggil. "Aya-san!" Kudapati dokter Abe dengan ekpresi ramah seperti biasa. "Duduklah,"katanya. Aku duduk dihadapannya sambil harap-harap cemas. Dan.."Omedetou gozaimasu..!(selamat..)" aku mendengar kata-kata itu dengan kelegaan yang luar biasa, tetapi juga diiringi dengan tangis haruku yang naik ke kerongkongan."Positif..,"kata dokter Abe melanjutkan. Alhamdulillah, Alhamdulillahrabbil'alamin..Subhanallah...Ya Allah, Maha Besar Engkau yang telah mengabulkan permintaan dan usaha hamba-hambaNya. Aku bertasbih dan bertahmid dalam hati, air mata bahagia yang kurasakan hangat keluar tanpa mampu kutahan lagi. Dokter Abe memandangku dengan senyumnya, dan aku tahu dimatanya yang tersembunyi oleh kacamata itu ku dapati juga kaca-kaca. "Domou arigatou gozaimasu.."kataku berterimakasih padaNya. Dia menggeleng. "Bukan saya yang membuatnya demikian, tetapi Kamisama(Tuhan) lah yang memberikannya. Bukan begitu Aya-san?" Aku mengangguk. Alhamdulillah, Segala puji bagi Engkau...
Sesampainya di rumah, aku seperti mempunyai tambahan energi baru. Aku masak soto ayam kesukaan Aa, kali ini tanpa pelit dengan daun sereh dan daun jeruk, biar sedikit istimewa. Juga acar, sambel kecap, serta perkedel jagung. Ketika dering telpon berbunyi, aku segera berlari mengangkatnya. Pasti itu Aa. Benar saja...Sehabis menjawab salam Aa, tanpa memberi kesempatan Aa berbicara aku berkata:"A, cepet pulang!..."
Dan hari-hari selanjutnya kurasakan lebih bergairah lagi. Walau janin di perutku baru dua bulan, tapi aku yakin dia sudah merasakan apa yang aku rasakan. Buku-buku tentang pendidikan janin dalam rahim, cara merawat bayi,sampai majalah tentang permasalahan bayi, yang dulu sempat kuletakkan jauh-jauh dari penglijatanku kupindahkan dekat rak buku-buku kuliahku. Uang tabungan yang kusisihkan dari uang belanja kubelikan walkman. Juga tak lupa aku rajin menggaris-garis buku pedoman pendidikan anak dalam Islam dan kuingat-ingat bagian yang pentingnya. Kini hari-hari ku tak pernah kulewatkan tanpa walkman yang memutar ayat-ayat Al-quran. Juga hari-hari di rumah aku lewatkan dengan "mengobrol" dengan janinku. Sampai Aa iri, karena aku bisa merasakan kehadiransi kecil lewat tubuhku, sedang Aa tidak. Alhamdulillah, aku tidak banyak mengidam dan merasakan mual. Padahal aku khawatir juga, karena sampai sekarang aku masih kuliah seperti biasa. Hanya saja waktu membacaku kuhabiskan sebagian besar di rumah, bukan di perpustakaan seperti biasanya. Karena di rumah aku lebih punya waktu dan lebih bebas "bicara" dengan si kecil.
Sampai saat itu...
Kali itu pemeriksaan kandunganku yang keenam. Menurut hitungan dia sudah 10 pekan usianya. Hari itu kuajak Aa juga. Karena kata Dokter Abe kandungan ku mungkin sudah bisa dideteksi oleh USG, maka beliau mengundang Aa juga untuk ikut menyaksikannya. Akan tetapi, takdir Allah menentukan lain... "Aya -san, terakhir memeriksakan kandungan tiga minggu yang lalu, ya..?" Dokter Abe bertanya memastikan setelah selesai memeriksaku. "Iya, sensei.."Aku mulai merasakan hal yang tidak enak menjalari hatiku. "Heemm, bisa tolong panggil suami anda..?"
Dan aku berusaha tabah ketika mendengar penjelasan itu. Janinku tidak berkembang! Penyebabnya sendiri belum diketahui secara persis. Karena pada pemeriksaan terakhir dia masih "hidup". Aku harus mengeluarkannya agar tidak meracuni rahimku.Aa menggegam tanganku erat. Kurasakan tubuhku bergetar menahan tangis. Ya Allah. Kutunggu kedatangannya selama 5 tahun lebih.Mengapa dia Kau panggil tanpa sempat kulihat wajah lucunya? Kenapa Kau panggil dia tanpa sempat aku rasakan lembut kulitnya, indah bening matanya, dan tangisan rewelnya. Aa menggegam tanganku lebih erat lagisambil berucap pelan, "Istighfar, Dede..Istighfar.."Ya, seakan mengerti apa yang bergalau di hatiku.
Aku beristighfar dalam hati mencoba menghilangkan rasa penyesalanku atas taqdir Allah. Tidak, aku tidak boleh menyalahkan Allah atas cobaanNya, seru sebuah bagian hatiku. Tetapi kenapa Dia panggil anakku yang sudah begitu lama kunantikan, tanpa memberiku kesempatan untuk jangankan membelainya, bahkan merasakannya untuk lebih lama berdiam dalam perutku? Seru bagian hatiku yang lain. Ya Allah, ampuni aku. Ya Allah, ampuni aku.Akhirnya bagian hatiku yang bersih menyapu bagian hatiku yang kotor. Dan kutemukan diriku dalam keadaan tenang kembali. Ku dengar Aa berucap pelan "Innalillaahi wa inna ilaihi Raaji'uun.." Dan dengan tenang menandatangani formulir operasi buatku.
Empat hari aku di rumah sakit. Aku tak merasakan perubahan yang berarti pada tubuhku. Tapi tidak demikian pada hatiku. Aku merasakan kesendirian ketika kusadari "anakku" tak ada lagi dalam diriku. Aa sendiri tak banyak berbicara tentang masalah itu. Aa tampak berusaha bersikap biasa. Namun aku tahu Aa menanggung kesedihan yang sama seperti yang kurasakan.
Maghrib itu kami berjamaah seperti biasa. Yang tidak biasa hanyalah itu pertama kali kami shalat berjamaahan sejak aku mengungsi di rumah sakit. Pada rakaat yang kedua Aa membaca surat Al Baqoroh dari ayat 153. Dan suara Aa bergetar ketika mencapai: .... Walanabluwannakum bisyayi im minal khaufi wal juu'i wanaqshim minal amwaali wal anfusi watstsamaraat. Wabasyiri shabiriin Alladziina idzaa ashabathum mushibah, qoluu inna lillaahi wa inna ilaihi raji'uun.Ulaika alaihim shalawaatum mir rabbihim warahmah. Wa ulaaika humul muhtadun... ...
(... Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada mu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa mushibah mereka berucap: Innalillaahi wainna ilaihi raaji'unn. mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari RabbNya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ...)
Aku terisak di belakang Aa, mendengar teguran Allah yang lembut itu. Betapaku rasakan Allah langsung menegur sekaligus menghiburku lewat ayat-ayat tersebut. Selesai shalat, seperti biasanya Aa shalat rawatib ba'da maghrib , lalu berdzikir sebentar. Tak lama kemudian membalikkan badannya ke arahku. Aku menatap Aa. Kutemui mata yang cekung dan kurang tidur, karena beberapa hari ini Aa harus menjalani hidup antara rumah, rumah sakit, dan kampus. Kucium punggung tangan Aa seperti biasanya. Aa tersenyum bijak dan mengelus kepalaku dengan tangan kirinya. "Innallaaha ma'ashshabiriin, De.."katanya serak. Aa bukanlah tipe orang yang mudah mengekspresikan emosinya lewat titik air mata. Tapi kali ini, kulihat mata cekung Aa dipenuhi oleh kaca-kaca. Aku mengangguk pelan. Kurasakan mataku memanas lagi, dan kurasakan pandanganku kabur karena genangan air mata. Aa tak melepaskan genggaman tanganku, digenggamnya erat-erat seolah ingin berbagi kekuatan dengan ku.
Ya Allah, jika Engkau masukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang Engkau berkati dan rahmati karena kesabaran kami menanggung cobaan, cobaan yang tidak seberat yang dialami saudara-saudara seiman kami yang harus hidup dalam ketakutan, kehilangan harta, bahkan nyawa dalam mempertahankan tanah air Islam, maka bimbinglah kami terus untuk dapat terus menganyam benang-benang kesabaran kami, agar menjadi kuat dan kokh sehingga mampu menanggung cobaan yang lebih berat lagi.(is95)
************
Keterangan: Aa * bahasa sunda artinya sama dengan panggilan Mas(untuk orang Jawa), atau Abang (untuk orang Betawi) Dede * bahasa Sunda, artinya sama dengan adi, jeng (atau apalah panggilan sayang buat istri) Miso * semacam tauco Indonesia terbuat dari beras, kedelai, dan garam Domou arigatou gozaimasu: terimakasih banyak .....san: cara orang Jepang memanggil lawan bicaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar